Pagi setengah siang di Warkop Bogel sudah berkumpul para pecandu-pecandu kopi. Mulai dari Pejabat hingga rakyat tumpek blek di warung yang berjargon 'Buka Tiap Hari Kecuali Pas Tutup'.
Tak ketinggalan tiga orang yang katanya intelek luar dalam turut menikmati kopi di Warkop itu. Cak Manan, Cak Khoiri dan Jainul adalah pelanggan tetap warkop ini. Sangking tetapnya hingga tiap hari warkop ini tak pernah pernah lepas dari cangkrukkan orang ini.
"Wuih.. Jakarta rame. Asli Rame iki," kata Jainul yang mengawali ngopinya hari itu sambil mengeser-geser situs berita online di Handphone Android hasil undian jalan sehat beberapa waktu lalu.
"Ada apa seh Nul. Kok rame-rame kayak Surabaya Carnival aja," timpal Cak Manan yang duduk di samping Jainul sambil mengisap rokok eceran. Cak Manan memang akhir-akhir ini sering beli rokok eceran. Alasannya, takut dengan gambar-gambar menyeramkan di bungkus rokok itu, padahal nggak ada uang wong baru di-PHK.
"Ini Cak.. Beritanya pak Ahok mengundurkan diri dari Partai Gerindra. Dia khan jadi wakil
Gubernur diusung Partai ini. Kok tiba-tiba mundur," jelas Jainul kepada Cak Manan.
"Iyo..e.. Aku baca di koran ini juga gede banget halaman depan. Wah Berita Gede ini," timpal Cak Manan yang masih bertahan membaca Koran daripada browsing di Gadget.
"Ada apa rek. Pagi-pagi kok rame bahas negara," Cak Khoiri ikut nimbrung diantara obrolan Cak Manan dan Jainul. "Lagi rame
bahas Ahok Cak. Kok mak ujug ujug mundur dari Partai Gerindra. Khan Aneh ae," Jainul menyahuti melalui pengamatannya. Jainul
sendiri merupakan aktivis 10 tahun lalu waktu kuliah.
"Aneh gimna. Itu khan hak politik Ahok. Tak pikir ya nggak ada masalah. Lagian dia khan udah jadi wagub yang notabene milik rakyat," Cak Khoiri menimpali. "Ya aneh dan rodok ora umum cak. Wong itu khan partai yang membesarkan dia. Ketika Partai Gerindra tidak mengusungnya sebagai Wagub DKI orang nggak ada yang kenal Ahok. Kok sekarang malah kayak gitu.Seperti jumawa," ujar Jainul.
"Seandainya mundur baik-baik akan lebih bagus. Nggak usah koar-koar kayak gitu. Dalam politik sah-sah saja tpi khan ada etika
cak," tambah Jainul sambil nerocos
sementara cak Khoiri menyeruput kopi.
"Ibarat sumur, saya tidak akan meludahi sumur yang dulu airnya pernah saya minum. Mundur baik-baik, cerai baik-baik khan sedap
dipandang mata, daripada berkoar-koar seperti itu," kata Jainul meneruskan ocehannya itu.
"Kalau saya seh sepakat dengan Ahok. Ketika dia menjadi Wakil Gubernur dia khan sudah bukan milik partai tapi ya milik rakyat Jakarta yang multi partai itu," Cak Manan mulai mendebat pernyataan Jainul. "Ahok berbuat begitu khan karena melihat Partainya sudah tidak bisa mengemban amanat rakyat," Cak Manan makin nerocos.
"Wes ndak usah dibahas. Politik khan begitu. Baik Ahok dan Partai Gerindra adalah milik bangsa Indonesia. Kita rakyat hanya bisa
melihat dan mengamati, serta
mengomentari," timpal Cak Khoiri seperti melerei perdebatan di warkop.
"Iya juga sehhh.. Ini khan lebih baik daripada tidur sore-sore," balas Jainul. "Aku Yes," spontan Cak Manan mengiyakan.
Tak ketinggalan tiga orang yang katanya intelek luar dalam turut menikmati kopi di Warkop itu. Cak Manan, Cak Khoiri dan Jainul adalah pelanggan tetap warkop ini. Sangking tetapnya hingga tiap hari warkop ini tak pernah pernah lepas dari cangkrukkan orang ini.
"Wuih.. Jakarta rame. Asli Rame iki," kata Jainul yang mengawali ngopinya hari itu sambil mengeser-geser situs berita online di Handphone Android hasil undian jalan sehat beberapa waktu lalu.
"Ada apa seh Nul. Kok rame-rame kayak Surabaya Carnival aja," timpal Cak Manan yang duduk di samping Jainul sambil mengisap rokok eceran. Cak Manan memang akhir-akhir ini sering beli rokok eceran. Alasannya, takut dengan gambar-gambar menyeramkan di bungkus rokok itu, padahal nggak ada uang wong baru di-PHK.
"Ini Cak.. Beritanya pak Ahok mengundurkan diri dari Partai Gerindra. Dia khan jadi wakil
Gubernur diusung Partai ini. Kok tiba-tiba mundur," jelas Jainul kepada Cak Manan.
"Iyo..e.. Aku baca di koran ini juga gede banget halaman depan. Wah Berita Gede ini," timpal Cak Manan yang masih bertahan membaca Koran daripada browsing di Gadget.
"Ada apa rek. Pagi-pagi kok rame bahas negara," Cak Khoiri ikut nimbrung diantara obrolan Cak Manan dan Jainul. "Lagi rame
bahas Ahok Cak. Kok mak ujug ujug mundur dari Partai Gerindra. Khan Aneh ae," Jainul menyahuti melalui pengamatannya. Jainul
sendiri merupakan aktivis 10 tahun lalu waktu kuliah.
"Aneh gimna. Itu khan hak politik Ahok. Tak pikir ya nggak ada masalah. Lagian dia khan udah jadi wagub yang notabene milik rakyat," Cak Khoiri menimpali. "Ya aneh dan rodok ora umum cak. Wong itu khan partai yang membesarkan dia. Ketika Partai Gerindra tidak mengusungnya sebagai Wagub DKI orang nggak ada yang kenal Ahok. Kok sekarang malah kayak gitu.Seperti jumawa," ujar Jainul.
"Seandainya mundur baik-baik akan lebih bagus. Nggak usah koar-koar kayak gitu. Dalam politik sah-sah saja tpi khan ada etika
cak," tambah Jainul sambil nerocos
sementara cak Khoiri menyeruput kopi.
"Ibarat sumur, saya tidak akan meludahi sumur yang dulu airnya pernah saya minum. Mundur baik-baik, cerai baik-baik khan sedap
dipandang mata, daripada berkoar-koar seperti itu," kata Jainul meneruskan ocehannya itu.
"Kalau saya seh sepakat dengan Ahok. Ketika dia menjadi Wakil Gubernur dia khan sudah bukan milik partai tapi ya milik rakyat Jakarta yang multi partai itu," Cak Manan mulai mendebat pernyataan Jainul. "Ahok berbuat begitu khan karena melihat Partainya sudah tidak bisa mengemban amanat rakyat," Cak Manan makin nerocos.
"Wes ndak usah dibahas. Politik khan begitu. Baik Ahok dan Partai Gerindra adalah milik bangsa Indonesia. Kita rakyat hanya bisa
melihat dan mengamati, serta
mengomentari," timpal Cak Khoiri seperti melerei perdebatan di warkop.
"Iya juga sehhh.. Ini khan lebih baik daripada tidur sore-sore," balas Jainul. "Aku Yes," spontan Cak Manan mengiyakan.
COMMENTS